Berita

Dewan Hingga Tokoh Pendidikan Mengkritik Kebijakan 1 Kelas 50 Orang di Jawa Barat

Bogor, Titikspasi.com – Anggota DPRD Jawa Barat Dedi Aroza dan Ketua Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Kabupaten Bogor, Eman Sulaeman, S.Sos.I, M. Ag., melayangkan kritikan terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menginstruksikan penambahan jumlah rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri dari semula 36 murid menjadi 50 murid per kelas.

Keputusan yang tertuang dalam Kepgub Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 itu rencananya diberlakukan mulai tahun ajaran 2025/2026.

Dedi Aroza mengaku telah menerima langsung aspirasi dari perwakilan salah satu sekolah swasta dari Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor saat dirinya menggelar reses pada Senin 28 Juli 2025 kemarin dimana sekolah swasta khawatir nantinya kebijakan ini bisa menimbulkan kekosongan murid di sekolah swasta.

“Tentu saja aspirasi ini saya terima, catat dan akan kami bahas di fraksi PKS DPRD Jawa Barat untuk dicarikan solusinya,” ujar Dedi Aroza kepada awak media, Jum’at (01/08/2025).

Selain itu, Dedi menilai bahwa jika kebijakan ini benar-benar dilakukan, maka hal ini akan menjadi sejarah baru sejak zaman orde baru.

“Kami dari DPRD Jawa Barat tentu harus mengkaji terlebih dahulu terkait hal ini, sehingga akan dihasilkan keputusan yang terbaik terhadap kebijakan gubernur ini,” tukas Dedi Aroza.

Ketua Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Kabupaten Bogor, Eman Sulaeman dengan tegas mengatakan bahwa selain masalah disparitas yang ditimbulkan terkait kebijakan ini, dirinya juga menyoroti soal yang lebih mendasar yaitu kualitas serta efektifitas dari pembelajaran itu sendiri.

“Bayangkan, satu orang guru mengelola 50 siswa sangat-sangat besar jumlahnya, dengan jumlah 30 saja itu saya sebagai seorang yang pernah pengalaman mengelola pembelajaran, itu efeknya lumayan luar biasa, ini 50 pasti konsentrasi, perhatian, fokus terhadap perkembangan masing-masing anak di setiap proses pembelajaran itu pasti akan berkurang,” kata Eman.

“Sementara dalam belajar itu anak tidak hanya mendengar, tapi anak butuh touch, butuh sentuhan, dengan jumlah besar itu, berapa banyak waktu yang dibutuhkan,” sambungnya.

“Jadi menurut saya kebijakan tentang 50 siswa per-kelas itu tidak hanya menimbulkan problem seperti disparitas saja, tapi yang lebih esensi dan mendasar adalah tentang kualitas pembelajaran, efektivitas itu pasti akan sedikit banyak berpengaruh,” imbuhnya.

“Kalau boleh berasumsi, diawal dengan pengalaman-pengalaman, itu punya peluang besar untuk menurunkan kualitas justru pada saat yang sama, kalau tidak dibarengi dengan hal-hal lain yang juga mungkin cukup luar biasa dalam hal misalkan lingkungan, kelasnya, sarananya, terbayang oleh kita kalau sementara sarana yang ada tidak ada perubahan apapun, yang ada hanya penambahan jumlah siswa, terbayang bagaimana kemudian kualitas pembelajaran dan efektivitas pembelajaran,” tandas Eman Sulaeman.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button