Anggota Komisi IX DPR RI Buka Suara Soal Tidak Siapnya Daerah Menjalankan Program KRIS Pemerintah Pusat

Jakarta, Titikspasi.com – Anggota Komisi IX DPR RI Achmad Ru’yat mengingatkan Pemerintah Pusat melalui Kementrian Kesehatan Republik Indonesia untuk memastikan betul kesiapan daerah-daerah se-Indonesia untuk menjalankan program Kelas Rawat Inap Standard (KRIS).
Walau Ru’yat menilai pemerintah punya niat baik, tetapi disisi lain ada beberapa hal juga yang dinilai menjadi kekurangan program tersebut.
“Menyikapi adanya rencana kebijakan kesehatan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang program KRIS alias Kelas Rawat Inap Standard, saya berpendapat di satu sisi pemerintah punya itikad baik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pasien yang tentu akan dirawat inap di rumah sakit, tetapi di sisi yang lain, Pemerintah Pusat juga melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia harus melihat betul kesiapan di daerah, karena dengan adanya standarisasi kamar rawat inap standar atau KRIS ini yang boleh jadi rumah sakit yang selama ini ada 1 kamar bisa ada 6 pasien atau mungkin juga 1 kamar ada 4 pasien itu harus distandarkan katakanlah misalkan 1 kamar 2 pasien sehingga terjadi pengurangan jumlah kamar di suatu rumah sakit,” kata Ru’yat kepada awak media, Rabu (02/07/2025).
Sebagai langkah uji publik, dirinya sudah datang langsung ke rumah sakit di daerah pemilihannya yaitu Kabupaten Bogor yaitu RSUD Cibinong maupun RSUD Leuwiliang bahwa memang sampai saat ini pasien yang datang ke rumah sakit-rumah sakit tersebut cukup banyak.
“Dan dengan adanya program KRIS ini maka ruangannya akan terkonversi alias berkurang, tentu ini memerlukan kesiapan di daerah karena terkait dengan anggaran merubah layout ruang kamar rawat inap, kemudian juga tentu kalau mengikuti supply demand pasien ini tetap jalan jumlah yang cukup banyak maka perlu ada penambahan kamar sehingga pasien yang datang bisa terlayani,” tukas Ru’yat.
“Kemudian point kedua dari sisi yang dilayani selama ini mungkin yang menggunakan BPJS kelas 3 akan naik kelas 2 dengan adanya progran KRIS ini, jadi bagaimana dengan iuran BPJS yang selama ini sudah dilakukan dengan standar kelas 3, apakah ada penambahan biaya?, inipun harus menjadi suatu pemikiran bagi pemerintah, tentu masyarakat yang di kelas 3 saat ini agar tidak ada kenaikan iuran BPJS tetapi tetap dengan layanan KRIS,” imbuh Ru’yat.
“Tapi di sisi yang lain untuk para pekerja yang mungkin BPJS kelas 1 tentu akan turun katakanlah dengan KRIS ini ke kelas 2, ini menjadi suatu formulasi pemikiran yang harus dipersiapkan, sehingga dari hasil rapat dengar pendapat Komisi IX DPR RI dengan Pak Menteri, Pak Budi Gunadi Sadikin Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pelaksanaan kebijakan KRIS yang semula akan dilaksanakan 30 Juni 2025 diundur,” sambung Ru’yat.
Mantan Wakil Wali Kota Bogor ini menyebutkan bahwa rencana pergeseran tanggalnya menjadi 31 Desember 2025 dengan harapan disisa rentang waktu yang tersedia setelah 6 bulan daerah-daerah bakal lebih siap.
Tentu ini harapan kami, saya Achmad Ru’yat sebagai anggota Komisi Sembilan, Dapil Jabar V, Kabupaten Bogor berpandangan bahwa filosofis hadirnya negara adalah untuk melindungi masyarakat sehingga mudah-mudahan antrian pasien dari masyarakat ke rumah sakit itu bukan semakin lama tapi nanti dapat diatur dengan standar antrian yang lebih singkat,” tandasnya.
Pengamat serikat buruh Kabupaten Bogor, Teguh Widodo juga menyampaikan beberapa hal terkait potensi masalah pada program KRIS ini.
“Bagi buruh saya melihat program ini bakal menimbulkan resiko penurunan manfaat bagi peserta PPU (Pekerja Penerima Upah), kenaikan iuran, skema top-up/COB. Risiko timbul terutama karena ketidakpastian informasi terkait Iuran, Tarif, skema top-up dalam KRIS,” kata Teguh.
“Selain itu, minimnya partisipasi serikat pekerja dalam perumusan kebijakan, hal mana diatur dalam UU SJSN juga menjadi masalah utama yang kami highlight dalam program ini,” pungkas Teguh.